Senin, 12 November 2012
Masjid Bayan Beleq
Masjid Bayan Beleq adalah sebuah masjid yang terletak di Desa Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, atau sekitar 80 km dari Mataram, ibukota Provinsi NTB.
Masjid Bayan Beleq diperkirakan dibangun pada abad ke 17 Masehi. Meskipun belum diketemukan angka tahun yang pasti namun masyarakat Adat Bayan meyakini bahwa Masjid kuno ini dibangun bersamaan dengan masuknya Islam ke Pulau Lombok pada abad kesebelas atau sekitar tahun 1020 Masehi.
Bentuk bangunan Masjid Bayan Beleq ini sangat menyerupai bentuk bangunan rumah-rumah tradisional asli masyarakat Bayan. Bentuknya yang sederhana membuatnya tidak mudah dikenali dari tepi jalan sehingga mungkin tidak akan mengira bahwa bangunannya merupakan sebuah masjid. Ukurannya relatif kecil sekitar 9 x 9 meter, berdinding rendah yang terbuat dari anyaman bambu, lantai dan pondasinya menggunakan batu kali dan tanah liat yang dikeraskan dan ditutupi tikar buluh. Atapnya yang berbentuk limas dengan tumpang - sekilas mengingatkan pada arsitektur Masjid Agung Demak di desa Kauman, Kabupaten Demak, Jawa Tengah - tersusun dari bilah bilah bambu. Di sudut-sudut ruang masjid terdapat empat tiang utama penopang masjid.
Di dalam masjid juga terdapat sebuah bedug dari kayu yang digantung di tiang atap masjid serta beleq (makam besar) dari salah seorang penyebar agama Islam pertama di kawasan ini, yaitu Gaus Abdul Rozak. Di belakang kanan dan depan kiri masjid terdapat dua gubuk kecil yang di dalamnya terdapat makam tokoh-tokoh agama yang turut membangun dan mengurus masjid ini sejak dari awal.
Denah masjid berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisi 8,90 m. Masjid ini ditopang oleh 4 Soko Guru (tiang utama) yang terbuat dari kayu nangka yang berbentuk bulat (silinder) dengan garis tengah 23 cm dan tinggi 4,60 m. Keempat tiang tersebut berasal dari empat desa (dusun) yaitu : tiang sebelah Tenggara berasal dari Desa Sagang Sembilok, tiang sebelah Timur Laut dari Desa Tereng, tiang sebelah Barat Laut dari Desa Senaru, serta tiang sebelah Barat Daya dari Desa Semokon. Menurut Pemangku Adat, tiang utama ini diperuntukkan bagi para Pemangku Masjid, yaitu : tiang di Tenggara untuk Khatib, tiang di Timur Laut untuk Lebai, tiang di Barat Laut untuk Mangku Bayan Timur, dan tiang di sebelah Barat Daya untuk Penghulu.
Tiang keliling berjumlah 28 buah, termasuk pula dua buah tiang Mihrab, dengan tinggi rata-rata 1,25 m, serta untuk tiang Mihrab 80 cm. Tiang-tiang ini selain berfungsi sebagai penahan atap pertama, juga berfungsi sebagai tempat menempelkan dinding terbuat dari bambu yang dibelah dengan cara ditumbuk, disebut “pagar rancak”. Khusus dinding bagian Mihrab terbuat dari 18 bilah papan kayu suren. Perbedaan bahan dinding ini bermakna simbolis, bahwa tempat kedudukan “imam” (pemimpin) tidak sama dengan “makmum” (pengikut atau rakyat). Perbedaan tempat menunjukkan perbedaan kedudukannya.
Atap berbentuk tumpang, terbuat dari bambu yang disebut dengan “santek”. Pada bagian puncaknya terdapat hiasan “mahkota”. Ukuran tinggi dinding bangunan yang hanya 125 cm, jauh dibawah ukuran tinggi rata-rata manusia normal. Dengan demikian, setiap orang yang hendak masuk ke dalam masjid tidak mungkin berjalan dengan langkah tegap, tetap harus menunduk. Hal ini pun mengandung makna penghormatan.
Pada bagian “blandar” atas terdapat sebuah “jait” yaitu tempat untuk meletakkan hiasan-hiasan terbuat dari kayu berbentuk ikan dan burung. Ikan ialah binatang air yang melambangkan “dunia bawah”, maksudnya kehidupan duniawi. Sedangkan burung sebagai binatang yang terbang di udara melambangkan “dunia atas” maksudnya kehidupan di alam rohani (akhirat). Makna perlambang itu ialah bahwa manusia hendaknya selalu menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia maupun akhirat.
Pada bagian atas mimbar terdapat hiasan berbentuk naga. Pada bagian “badan naga” terdapat hiasan (gambar) tiga buah binatang, masing-masing bersegi 12, 8, dan 7. Hiasan ini melambangkan jumlah bilangan bulan (12), windu (8), dan banyaknya hari (7). Disamping itu juga terdapat hiasan berbentuk pohon, ayam, telur, dan rusa.
Di dalam seni rupa Islam pada umumnya, hampir tidak pernah ditemukan motif atau ragam hias makhluk hidup yang digambarkan secara jelas. Adanya ragam hias dengan motif makhluk hidup pada mimbar masjid di Bayan Beleq menunjukkan betapa kuatnya pengaruh tradisi pra-Islam yang masih mewarnainya.
Kini Masjid Bayan Beleq tidak lagi digunakan oleh masyarakat sekitar, namun masjid ini akan kembali ramai pada hari hari besar Islam. Salah satunya saat perayaan Maulid Nabi Muhammad dimana Masjid Bayan Beleq ini akan dipenuhi oleh pengunjung. Para pengunjung ini diwajibkan untuk mengikuti peraturan, misalnya harus menggunakan pakaian Adat Sasak seperti dodot, sapuk dan lainnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar